Kamis, 04 Februari 2010
"Seandainya anak cucu Adam (manusia) mendapatkan dua lembah yang berisi emas, niscaya ia masih menginginkan lembah emas yang ketiga. Tidak akan pernah penuh perut anak Adam kecuali ditutup dalam tanah (mati). Dan Allah akan mengampuni orang yang bertaubat." (HR Ahmad).
"Barangsiapa yang menjadikan (motivasi) dunia sebagai cita-citanya, Allah akan menjadikan kefakiran di hadapan matanya, dan akan menjadikan kacau segala urusannya. Sedangkan dunia (yang dicarinya sungguh-sungguh) tak ada yang datang menghampirinya melainkan sesuai dengan apa yang ditakdirkan oleh Allah atas dirinya; pada sore dan siang harinya dia selalu dalam kefakiran." (HR. Tirmidzi).
Keserakahan manusia tidak akan pernah hilang kecuali setelah kematian menjemputnya. Dalam bahasa Arab, serakah disebut tamak yang artinya sikap tak pernah merasa puas dengan yang sudah dicapai. Karena ketidakpuasannya itu, segala cara pun ditempuh.
Serakah adalah salah satu dari penyakit hati. Mereka selalu menginginkan lebih banyak, tidak peduli apakah cara yang ditempuh itu dibenarkan oleh syariah atau tidak. Tak berpikir apakah harus mengorbankan kehormatan orang lain atau tidak. Yang penting, apa yang menjadi kebutuhan nafsu syahwatnya terpenuhi. Bila tidak segera dibersihkan, penyakit sosial ini dapat menimbulkan malapetaka. Orang yang serakah, akan membuat mata hati dan pendengarannya menjadi tuli.
"Cintamu terhadap sesuatu membuat buta dan tuli." (HR Ahmad).
Serakah juga menjadi pintu masuknya setan. Bila masuk dalam hati orang yang serakah, setan akan menghiasinya dengan sifat-sifat tercela lainnya. Orang yang serakah itu selalu menganggap baik apa yang dilakukannya, meski kebanyakan orang melihatnya sebagai suatu keburukan.
Serakah, ternyata tidak sebatas pada harta benda semata-mata. Ada orang yang serakah kepada jabatan. Orang yang serakah kepada jabatan, akan berusaha mendapatkan apa yang menjadi incarannya dengan segala cara. Tak pernah berpikir apakah cara yang ditempuh baik atau buruk.
Orang yang serakah tidak akan pernah puas terhadap semua kekayaannya. Saat ia memiliki satu rumah misalnya, ia menginginkan dua atau tiga rumah. Setelah memiliki dua atau tiga rumah, ia ingin memiliki empat atau lima rumah. Begitu seterusnya. Yang akan menghentikannya hanyalah kematian atau ia bertobat kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda,
"Seandainya seorang anak Adam telah memiliki dua lembah harta, maka dia akan mencari lembah yang ketiganya. Dan tak akan merasa puas perutnya, melainkan dengan dimasukkan ke dalam tanah." (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut Al-Qarni, orang yang serakah telah buta mata hatinya dalam memandang hakikat yang harus dicari. Seharusnya, setiap muslim menyadari bahwa sesuatu yang harus dicarinya dengan sungguh-sungguh adalah ibadah yang telah diperintahkan oleh Allah. Karena, jatah rezeki untuk kelangsungan hidupnya di dunia sudah disediakan oleh Allah SWT.
Allah SWT berfirman,
"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya." (QS. Huud: 6).
Harta yang merupakan kelebihan dan keperluan utamanya, sebenarnya bukan rezeki yang berhak ia gunakan. Kelebihan harta itu mesti digunakan semata-mata untuk beribadah. Rasulullah SAW dalam hadits di atas menerangkan, jika seorang hamba Allah menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya, maka sebanyak apapun harta yang dipunyainya selalu dirasakannya kurang. Ia selalu merasa miskin dan ingin memiliki harta melebihi apa yang dianugerahkan Allah kepada orang lain. Siang dan malam yang dipikirkannya hanyalah harta. Ia terus memutar otak, membuat perencanaan, atau mengatur strategi agar usahanya sukses sehingga kekayaannya bisa terus bertambah, bertambah, dan bertambah. Baginya, ungkapan "waktu adalah uang" merupakan motto hidup.
Orang yang serakah menurut Uwes al-Qarni dalam 60 Penyakit Hati, dapat terjadi pada seseorang sebagai dampak dari penyakit hubbud-dunya. Sangatlah logis bila seseorang tidak mampu lagi mengendalikan dorongan duniawi yang dicintainya. Seluruh waktunya akan dihabiskan, tenaga dan pikirannya akan dikuras untuk semata-mata mencari harta dunia. Dalam agendanya, tidak tertulis waktu untuk mengadukan segala keluhan batinnya kepada Allah. Tak terbetik dalam hatinya untuk meniatkan usahanya semata-mata demi ibadah mencari keridhaan-Nya. Semua program hidupnya penuh dengan program-program duniawi yang profit oriented, sehingga tak sekejap pun berpaling dari ukuran materi.
Orang tertular penyakit serakah meskipun keadaannya berkecukupan secara lahiriyah, sebenarnya dia selalu kekurangan. Bahkan, dapat disebut miskin. Dia tidak pernah menemukan penyelesaian dari segala problem hidup yang diatasinya. Dia akan senantiasa dibingungkan dan dipusingkan dengan tumpukan problema yang tak ada habisnya. Itu semuanya, karena ketidakpuasan nafsunya atas semua rezeki yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Sebelum ia menyadari bahwa dunia penuh permainan dan tipu daya, atau sebelum kematian menemuinya, orang yang serakah tidak akan pernah berhenti dari kondisi ini, meskipun secara fisik dia tidak mampu lagi berbuat apa-apa. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW bersabda, "Setiap anak Adam akan mengalami masa tua (pikun), kecuali yang dua; kerakusan terhadap harta benda, dan kerakusan terhadap (panjang) umur." (HR. Bukhari Muslim).
Oleh karena itu dalam berbisnis janganlah serakah dengan melakukan apa saja untuk mengejar keuntungan semata atau mengejar kekayaan semata tanpa harus mempedulikan orang-orang sekitar. Berbisnislah dengan cara yang baik dan benar. Tidak melanggar kode etik yang ada. Dalam berbisnis jangan hanya melihat keuntungan dan kepentingan pribadi akan tetapi juga melihat kepada kemaslahatan bagi orang banyak.
Agar Tidak Serakah
Setiap muslim seharusnya menjauhi sifat serakah. Jangan biarkan diri kita diperbudak nafsu, karena nafsu terhadap dunia akan mendorong kita berbuat maksiat kepada Allah. Tentu saja, kita tidak dilarang untuk memiliki harta. Yang penting, kita dapat menggunakannya sebagai sarana berdakwah dan berjuang di jalan Allah.
Agar kita tidak dikendalikan nafsu serakah terhadap dunia, maka sebaiknya kita memiliki sifat zuhud, wara' (hati-hati), qanaah (merasa puas atas apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kita), pandai mengatur waktu untuk kepentingan dunia dan akhirat, dan pandai mensyukuri nikmat yang ada. Selain itu, kita juga harus meluruskan seluruh niat dalam berusaha, yaitu semata-mata dalam rangka mengabdi kepada Allah guna mendapatkan ridhaNya. Allah berfirman
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (Ibrahim: 7)
Ayat ini menjelaskan kepada kita agar kita bersyukur dan tidak tamak dengan harta, karena jika kita bersyukur maka Allah akan menambah rezekinya kepada kita, sedangkan jika kita mengingkari nikmatnya maka kita akan mendapatkan azabnya.
Keserakahan Bisa Membawa Sengsara
Keserakahan juga bisa membawa kita pada kesengsaraan. Misalnya seseorang dalam berbisnis ingin mendapatkan harta dengan mudah tidak mempedulikan orang-orang disekitarnya. Dia melakukan apapun untuk kepentingan dirinya sendiri, dia mengejar target tanpa melihat kendala-kendala yang bisa menghancurkan usahanya dengan resiko yang besar, lebih mengutamakan usahanya mendapat untung yang besar dan cepat maju dengan tidak mempedulikan saingannya ataupun rekan-rekan bisnisnya. Jika dia berhasil dia akan mendapatkan keuntungan akan tetapi dia juga kan mendapatkan kerugian yaitu dibenci oleh orang-orang sekitar. Jika dia rugi atau gagal maka dia akan mendapatkan kerugian dari usahanya dan juga akan dibenci oleh saingannya dan akan kehilangan rekan-rekannya atau mitra bisnisnya. Itulah resiko bagi orang yang berbuat serakah, yang hanya ingin mengejar kenikmatan dunia dan tidak mempedulikan kebaikan diakhirat kelak.
HIKMAH
Dari uraian diatas bisa kita ambil kesimpulan bahwa dalam berbisnis hendaknya kita menghindari sifat serakah karena yang demikian akan menghancurkan kita. Dampak dari serakah itu banyak sekali diantaranya adalah Penyakit hati, merugikan orang lain, menimbulkan malapetaka, mata hati dan pendengarannya tuli, pintu masuknya setan dan keserakahan membawa kita kepada kesengsaraan. Akan tetapi milikilah sifat-sifat yang baik yaitu sifat zuhud, wara' (hati-hati), qanaah (merasa puas atas apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kita), pandai mengatur waktu untuk kepentingan dunia dan akhirat, dan pandai mensyukuri nikmat yang ada. Selain itu, kita juga harus meluruskan seluruh niat dalam berusaha, yaitu semata-mata dalam rangka mengabdi kepada Allah guna mendapatkan ridha-Nya.
Diposkan oleh Forum Komunikasi CV.Cinta Umiku di 12.29
Senin, 24 Januari 2011
Nafsu Serakah
Posted on Agustus 1, 2007 by Helsusandra Syam| 2 Komentar
Ada suatu kisah lama.
Seekor anjing baru saja mendapatkan sepotong daging. Dengan langkah cepat ia menggigitnya dan membawa pergi.
Dalam perjalanan pulang sang anjing menyeberangi suatu sungai kecil. Ketika melewati jembatan kayu yang menghubungkan dengan seberang, sang anjing menoleh ke bawah. Tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang tengah menggigit daging juga.
Entah karena tergiur atau terganggu, sang anjing pun menggonggong keras. Ketika ia menggerakkan moncongnya tiba-tiba daging yang berada dalam mulutnya terlepas, jatuh ke air dan tak muncul lagi….
Air tersibak dan bayangan pun pecah. Gambar anjing lain yang terlihat menggigit daging lenyap, dan daging yang di mulut sang anjing pertama pun hilang.
Dengan langkah lesu, sang anjing melangkah dengan mulut hampa.
Sama dengan kisah ini, banyak orang terkadang tergiur dengan peluang baru lalu tanpa sadar atau secara sadar melepaskan rezeki yang sudah ada.
Mengharap hujan turun dari langit, air di tempayan ditumpahkan.
This entry was posted in Inspirasi-Motivasi, Sastra. Bookmark the permalink.
Ada suatu kisah lama.
Seekor anjing baru saja mendapatkan sepotong daging. Dengan langkah cepat ia menggigitnya dan membawa pergi.
Dalam perjalanan pulang sang anjing menyeberangi suatu sungai kecil. Ketika melewati jembatan kayu yang menghubungkan dengan seberang, sang anjing menoleh ke bawah. Tiba-tiba ia melihat seekor anjing yang tengah menggigit daging juga.
Entah karena tergiur atau terganggu, sang anjing pun menggonggong keras. Ketika ia menggerakkan moncongnya tiba-tiba daging yang berada dalam mulutnya terlepas, jatuh ke air dan tak muncul lagi….
Air tersibak dan bayangan pun pecah. Gambar anjing lain yang terlihat menggigit daging lenyap, dan daging yang di mulut sang anjing pertama pun hilang.
Dengan langkah lesu, sang anjing melangkah dengan mulut hampa.
Sama dengan kisah ini, banyak orang terkadang tergiur dengan peluang baru lalu tanpa sadar atau secara sadar melepaskan rezeki yang sudah ada.
Mengharap hujan turun dari langit, air di tempayan ditumpahkan.
This entry was posted in Inspirasi-Motivasi, Sastra. Bookmark the permalink.
Minggu, 23 Januari 2011
Kisah Anak Yang Mengajari Bapaknya
oleh Untaian Hikmah pada 25 November 2010 jam 12:05
(“Da’i Cilik”, Penerbit: Darul Falah, Jakarta, Indonesia)
Satu lagi, kisah nyata di zaman ini. Seorang penduduk Madinah berusia 37 tahun, telah menikah, dan mempunyai beberapa orang anak. Ia termasuk orang yang suka lalai, dan sering berbuat dosa besar, jarang menjalankan shalat, kecuali sewaktu-waktu saja, atau karena tidak enak dilihat orang lain.
Penyebabnya, tidak lain karena ia bergaul akrab dengan orang-orang jahat. Tanpa ia sadari, syetan setia menemaninya dalam banyak kesempatan.
Ia bercerita mengisahkan tentang riwayat hidupnya:
“Saya memiliki anak laki-laki berusia 7 tahun, bernama Marwan. Ia bisu dan tuli. Ia dididik ibunya, perempuan shalihah dan kuat imannya.
Suatu hari setelah adzan maghrib saya berada di rumah bersama anak saya, Marwan. Saat saya sedang merencanakan di mana berkumpul bersama teman-teman nanti malam, tiba-tiba, saya dikejutkan oleh anak saya. Marwan mengajak saya bicara dengan bahasa isyarat yang artinya, ”Mengapa engkau tidak shalat wahai Abi?”
Kemudian ia menunjukkan tangannya ke atas, artinya ia mengatakan bahwa Allah yang di langit melihatmu.
Terkadang, anak saya melihat saya sedang berbuat dosa, maka saya kagum kepadanya yang menakut-nakuti saya dengan ancaman Allah.
Anak saya lalu menangis di depan saya, maka saya berusaha untuk merangkulnya, tapi ia lari dariku.
Tak berapa lama, ia pergi ke kamar mandi untuk berwudhu, meskipun belum sempurna wudhunya, tapi ia belajar dari ibunya yang juga hafal Al-Qur’an. Ia selalu menasihati saya tapi belum juga membawa faidah.
Kemudian Marwan yang bisu dan tuli itu masuk lagi menemui saya dan memberi isyarat agar saya menunggu sebentar… lalu ia shalat maghrib di hadapan saya.
Setelah selesai, ia bangkit dan mengambil mushaf Al-Qur’an, membukanya dengan cepat, dan menunjukkan jarinya ke sebuah ayat (yang artinya):
”Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Allah Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaithan” (Maryam: 45)
Kemudian, ia menangis dengan kerasnya. Saya pun ikut menangis bersamanya. Anak saya ini yang mengusap air mata saya.
Kemudian ia mencium kepala dan tangan saya, setelah itu berbicara kepadaku dengan bahasa isyarat yang artinya, ”Shalatlah wahai ayahku sebelum ayah ditanam dalam kubur dan sebelum datangnya adzab!”
Demi Allah, saat itu saya merasakan suatu ketakutan yang luar biasa. Segera saya nyalakan semua lampu rumah. Anak saya Marwan mengikutiku dari ruangan satu ke ruangan lain sambil memperhatikan saya dengan aneh.
Kemudian, ia berkata kepadaku (dengan bahasa isyarat), ”Tinggalkan urusan lampu, mari kita ke Masjid Besar (Masjid Nabawi).”
Saya katakan kepadanya, ”Biar kita ke masjid dekat rumah saja.”
Tetapi anak saya bersikeras meminta saya mengantarkannya ke Masjid Nabawi.
Akhirnya, saya mengalah kami berangkat ke Masjid Nabawi dalam keadaan takut… Dan Marwan selalu memandang saya.
Kami masuk menuju Raudhah. Saat itu Raudhah penuh dengan manusia, tidak lama datang waktu iqamat untuk shalat isya’, saat itu imam masjid membaca firman Allah (yang artinya),
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan munkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui” (An-Nuur: 21)
Saya tidak kuat menahan tangis. Marwan yang berada disampingku melihat aku menangis, ia ikut menangis pula. Saat shalat ia mengeluarkan tissue dari sakuku dan mengusap air mataku dengannya.
Selesai shalat, aku masih menangis dan ia terus mengusap air mataku. Sejam lamanya aku duduk, sampai anakku mengatakan kepadaku dengan bahasa isyarat, ”Sudahlah wahai Abi!”
Rupanya ia cemas karena kerasnya tangisanku. Saya katakan, ”Kamu jangan cemas.”
Akhirnya, kami pulang ke rumah. Malam itu begitu istimewa, karena aku merasa baru terlahir kembali ke dunia.
Istri dan anak-anakku menemui kami. Mereka juga menangis, padahal mereka tidak tahu apa yang terjadi.
Marwan berkata tadi Abi pergi shalat di Masjid Nabawi. Istriku senang mendapat berita tersebut dari Marwan yang merupakan buah dari didikannya yang baik.
Saya ceritakan kepadanya apa yang terjadi antara saya dengan Marwan. Saya katakan, “Saya bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah, apakah kamu yang mengajarkannya untuk membuka mushaf Al-Qur’an dan menunjukkannya kepada saya?”
Dia bersumpah dengan nama Allah sebanyak tiga kali bahwa ia tidak mengajarinya. Kemudian ia berkata, “Bersyukurlah kepada Allah atas hidayah ini.”
Malam itu adalah malam yang terindah dalam hidup saya. Sekarang -alhamdulillah- saya selalu shalat berjamaah di masjid dan telah meninggalkan teman-teman yang buruk semuanya. Saya merasakan manisnya iman dan merasakan kebahagiaan dalam hidup, suasana dalam rumah tangga harmonis penuh dengan cinta, dan kasih sayang.
Khususnya kepada Marwan saya sangat cinta kepadanya karena telah berjasa menjadi penyebab saya mendapatkan hidayah Allah.”
-***-
(“Da’i Cilik”, Penerbit: Darul Falah, Jakarta, Indonesia)
Satu lagi, kisah nyata di zaman ini. Seorang penduduk Madinah berusia 37 tahun, telah menikah, dan mempunyai beberapa orang anak. Ia termasuk orang yang suka lalai, dan sering berbuat dosa besar, jarang menjalankan shalat, kecuali sewaktu-waktu saja, atau karena tidak enak dilihat orang lain.
Penyebabnya, tidak lain karena ia bergaul akrab dengan orang-orang jahat. Tanpa ia sadari, syetan setia menemaninya dalam banyak kesempatan.
Ia bercerita mengisahkan tentang riwayat hidupnya:
“Saya memiliki anak laki-laki berusia 7 tahun, bernama Marwan. Ia bisu dan tuli. Ia dididik ibunya, perempuan shalihah dan kuat imannya.
Suatu hari setelah adzan maghrib saya berada di rumah bersama anak saya, Marwan. Saat saya sedang merencanakan di mana berkumpul bersama teman-teman nanti malam, tiba-tiba, saya dikejutkan oleh anak saya. Marwan mengajak saya bicara dengan bahasa isyarat yang artinya, ”Mengapa engkau tidak shalat wahai Abi?”
Kemudian ia menunjukkan tangannya ke atas, artinya ia mengatakan bahwa Allah yang di langit melihatmu.
Terkadang, anak saya melihat saya sedang berbuat dosa, maka saya kagum kepadanya yang menakut-nakuti saya dengan ancaman Allah.
Anak saya lalu menangis di depan saya, maka saya berusaha untuk merangkulnya, tapi ia lari dariku.
Tak berapa lama, ia pergi ke kamar mandi untuk berwudhu, meskipun belum sempurna wudhunya, tapi ia belajar dari ibunya yang juga hafal Al-Qur’an. Ia selalu menasihati saya tapi belum juga membawa faidah.
Kemudian Marwan yang bisu dan tuli itu masuk lagi menemui saya dan memberi isyarat agar saya menunggu sebentar… lalu ia shalat maghrib di hadapan saya.
Setelah selesai, ia bangkit dan mengambil mushaf Al-Qur’an, membukanya dengan cepat, dan menunjukkan jarinya ke sebuah ayat (yang artinya):
”Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan ditimpa adzab dari Allah Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaithan” (Maryam: 45)
Kemudian, ia menangis dengan kerasnya. Saya pun ikut menangis bersamanya. Anak saya ini yang mengusap air mata saya.
Kemudian ia mencium kepala dan tangan saya, setelah itu berbicara kepadaku dengan bahasa isyarat yang artinya, ”Shalatlah wahai ayahku sebelum ayah ditanam dalam kubur dan sebelum datangnya adzab!”
Demi Allah, saat itu saya merasakan suatu ketakutan yang luar biasa. Segera saya nyalakan semua lampu rumah. Anak saya Marwan mengikutiku dari ruangan satu ke ruangan lain sambil memperhatikan saya dengan aneh.
Kemudian, ia berkata kepadaku (dengan bahasa isyarat), ”Tinggalkan urusan lampu, mari kita ke Masjid Besar (Masjid Nabawi).”
Saya katakan kepadanya, ”Biar kita ke masjid dekat rumah saja.”
Tetapi anak saya bersikeras meminta saya mengantarkannya ke Masjid Nabawi.
Akhirnya, saya mengalah kami berangkat ke Masjid Nabawi dalam keadaan takut… Dan Marwan selalu memandang saya.
Kami masuk menuju Raudhah. Saat itu Raudhah penuh dengan manusia, tidak lama datang waktu iqamat untuk shalat isya’, saat itu imam masjid membaca firman Allah (yang artinya),
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan munkar. Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui” (An-Nuur: 21)
Saya tidak kuat menahan tangis. Marwan yang berada disampingku melihat aku menangis, ia ikut menangis pula. Saat shalat ia mengeluarkan tissue dari sakuku dan mengusap air mataku dengannya.
Selesai shalat, aku masih menangis dan ia terus mengusap air mataku. Sejam lamanya aku duduk, sampai anakku mengatakan kepadaku dengan bahasa isyarat, ”Sudahlah wahai Abi!”
Rupanya ia cemas karena kerasnya tangisanku. Saya katakan, ”Kamu jangan cemas.”
Akhirnya, kami pulang ke rumah. Malam itu begitu istimewa, karena aku merasa baru terlahir kembali ke dunia.
Istri dan anak-anakku menemui kami. Mereka juga menangis, padahal mereka tidak tahu apa yang terjadi.
Marwan berkata tadi Abi pergi shalat di Masjid Nabawi. Istriku senang mendapat berita tersebut dari Marwan yang merupakan buah dari didikannya yang baik.
Saya ceritakan kepadanya apa yang terjadi antara saya dengan Marwan. Saya katakan, “Saya bertanya kepadamu dengan menyebut nama Allah, apakah kamu yang mengajarkannya untuk membuka mushaf Al-Qur’an dan menunjukkannya kepada saya?”
Dia bersumpah dengan nama Allah sebanyak tiga kali bahwa ia tidak mengajarinya. Kemudian ia berkata, “Bersyukurlah kepada Allah atas hidayah ini.”
Malam itu adalah malam yang terindah dalam hidup saya. Sekarang -alhamdulillah- saya selalu shalat berjamaah di masjid dan telah meninggalkan teman-teman yang buruk semuanya. Saya merasakan manisnya iman dan merasakan kebahagiaan dalam hidup, suasana dalam rumah tangga harmonis penuh dengan cinta, dan kasih sayang.
Khususnya kepada Marwan saya sangat cinta kepadanya karena telah berjasa menjadi penyebab saya mendapatkan hidayah Allah.”
-***-
Kamis, 20 Januari 2011
Nasehat untuk Anak (Pelajaran bagi Ayah)
Jul 31st, 2009 | By ibnuthohir | Category: Qur'an
Al-Qur’an yang demikian compact merupakan karunia Allah yang memudahkan kita untuk menghafalnya. Meski ringkas, namun ia mencakup seluruh permasalahan kehidupan sesuai fungsinya sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia. Imam Syafi’i membutuhkan 4 hingga 5 jilid buku (yaitu karya fenomenal beliau: Al-Umm) untuk membahas perkara fiqh secara komprehensif. Bayangkan, jika Al-Qur’an setebal itu tentu akan merepotkan. Hebatnya lagi, hanya dengan jumlah halaman yang relatif sedikit, isinya sudah meliputi pokok keimanan, ibadah, syariat, muamalah, berita masa datang, dan kisah masa lalu.
Diantara hal yang terkandung dalam Al-Qur’an adalah kisah kehidupan para nabi serta orang-orang shaleh dari umat terdahulu. Dari hanya sekitar 600 halaman redaksi Al-Qur’an, Allah ‘menyempatkan’ untuk membahas kisah. Itu berarti pada kisah tersebut terdapat pelajaran, keteladanan, dan manfaat yang dapat kita petik.
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. [QS Yusuf (12) : 111]
Satu cerita yang diabadikan Al-Qur’an adalah tentang Luqman. Kisah dimana Luqman memberikan nasehat kepada anaknya. Sangat wajar bagi seorang ayah untuk memberi nasehat. Dan ini adalah suatu hal yang tulus karena tiada lain tujuan seorang ayah melainkan agar anaknya mendapat kebaikan. Sebuah gambaran pendidikan anak yang diajarkan oleh Al-Qur’an.
Ada beberapa versi mengenai identitas Luqman. Akan tetapi yang terpenting adalah bahwa beliau merupakan seorang yang taat, shaleh, dan bijaksana. Dialah orang yang telah dikaruniai Allah dengan berbagai keutamaan berupa kecerdasan, kedalaman pemahaman terhadap islam, sifat pendiam dan khusyuk, sarat makna dan hikmah dalam berkata, serta penuh kasih sayang. Inilah potret sosok ayah yang dicontohkan dalam Al-Qur’an.
Pertama-tama Luqman menyeru anaknya untuk tidak menyekutukan Allah. Tidak ada dosa yang lebih besar dan lebih buruk ketimbang dosa syirik.
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. [QS Luqman (31) : 13]
Ayat ini menjadi isyarat bagi para ayah (atau semua pendidik) untuk menanamkan aqidah sejak dini di atas segala pengajaran. Hendaknya penanaman prinsip-prinsip iman dan Islam menjadi prioritas pendidikan anak.
Kemudian Allah memerintahkan untuk memenuhi hak orang tua dengan berbakti dan taat kepada mereka.
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu. [QS Luqman (31) : 14]
Perhatikan, setelah menyeru agar tidak mempersekutukan Allah, berikutnya adalah perintah untuk berbakti kepada orang tua. Ini jelas menunjukkan pentingnya hal tersebut.
Berulang kali di berbagai kesempatan, Al-Qur’an memberikan tuntunan untuk berbuat baik terhadap orang tua. Sebaliknya, jarang ditemui perintah untuk berbuat baik terhadap anak. Artinya, kasih sayang orang tua kepada anak adalah hal sudah pasti dan ada secara alamiah. Tidak perlu sengaja dibuktikan pun sudah terbukti dengan sendirinya. Maka tidak wajar apabila anak (yang dewasa) terus menuntut perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Justru semakin dewasa, seorang harus semakin ganti membuktikan cinta kepada orang tua. Di banyak kasus, sang anak durhaka kepada orang tua. Oleh karena itu Islam sangat mewanti-wanti agar menjadi orang yang berbakti kepada orang tua.
Lihatlah juga betapa adilnya ajaran agama. Peran ibu sangat ditekankan dengan mendeskripsikan jasa-jasanya. Bukan berarti peran ayah tidak penting. Namun biasanya, orang secara spontan akan langsung memahami peran ayah yang memang tampak jelas. Misalnya nasab jelas dihubungkan pada ayah. Perkara siapa yang menafkahi keluarga pun lumrahnya me-refer pada kepala keluarga. Belum lagi jika ditanya siapa yang bertanggung jawab terhadap tindak-tanduk anak, secara gamblang ayahnya akan ditunjuk.
Peran ibu yang kadang dilupakan saat orang dewasa, terus diungkit oleh Islam. Ayat 14 surat Luqman di atas menjadi salah satu contoh. Di sana digambarkan perjuangan sang ibu dalam mengandung dan menyusui. Seumur hidup, tidak akan pernah bisa seorang membalas setimpal jasa ibunya bahkan untuk sehembus nafas pun. Dialah orang yang paling berhak mendapat perlakuan baik dari kita.
Kemudian ayat ini menghimbau untuk bersyukur kepada pengarunia ni`mat yang primer, yaitu Allah, yang telah menganugerahkan segala limpahan-Nya serta rasa kasih sayang di hati makhluq-Nya. Dilanjutkan dengan anjuran berterima kasih kepada ibu dan bapak selaku pemberi ni`mat sekunder untuk kita. Seperti itulah urutan kewajiban. Pertama sekali kepada Allah, lalu setelah itu kepada orang tua.
Ayat ditutup dengan penerangan bahwa hakikat syukur itu adalah sebab segalanya akan kembali kepada Allah. Nanti di akhirat modal syukur saat di dunia akan berperan menyelamatkan kita. Tidak lepas dari itu, syukur akan menjadi penyebab bertambahnya ni`mat di dunia pula.
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [QS Luqman (31) : 15]
Disini berlaku kaidah,
Tidak ada ketaatan pada makhluq dalam bermaksiat kepada Khaliq (Allah).
Bakti tidak boleh mengalahkan aqidah. Meski begitu, hubungan manusiawi dan kekeluargaan harus tetap dipelihara. Teruslah menapaki jalan keimanan, jalan para nabi, shiddiqien, syuhada, dan orang-orang shaleh. Karena segala apa yang dikerjakan akan memperoleh balasan.
(Luqman berkata), “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. [QS Luqman (31) : 16]
Nasihat dilanjutkan dengan penegasan tentang kekuasaan Allah yang mutlak dan adanya hari pembalasan. Perbuatan seseorang baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan, sekecil apapun, pasti akan Allah balas. Dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pandangan Allah. Hal ini akan mengantar kepada perhatian atas segala tindakan kita. Oleh karena semuanya akan dipertanggungjawabkan. Diharapkan kita senantiasa mengejar niat/pikiran/perkataan/perbuatan baik dan menjaga dari yang buruk.
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). [QS Luqman (31) : 17]
Coba amati urutan pendidikan yang digariskan ini. Pertama mengajarkan tauhid dan melarang syirik. Kemudian tentang hari akhirat dimana segala perbuatan akan diberi balasan. Pengajaran yang menyadarkan akan pengawasan Allah dan meletakkan harapan serta takut pada pertanggungjawaban dihadapan-Nya yang diselimuti kepercayaan akan keadilan-Nya. Diantaranya disisipkan redaksi dari Allah berupa perintah berbakti kepada orang tua.
Barulah selanjutnya dipaparkan kewajiban shalat sebagai ibadah fisik yang paling penting. Pendidik (ayah, ibu, atau guru) dituntut untuk mengajarkan shalat (begitu juga ibadah-ibadah ritual lain) kepada anak didiknya. Rasulullah mencontohkan untuk mengajari anak shalat sebelum si anak berumur 7 tahun. Setelah anak berumur 7 tahun mulailah ia diperintahkan untuk mengerjakan shalat. Lalu setelah umur 10 tahun mulai diberlakukan sanksi (hukuman) jika anak meninggalkan shalat.
Yang diajarkan bukan semata ‘melaksanakan’ shalat, tapi ‘mendirikan’ shalat. Artinya melaksanakan dengan sinambung dan memenuhi hak-haknya (benar serta khusyuk) lalu mengaktualisasinya. Sehingga shalat tersebut dapat menjadi penolong dalam urusan serta pencegah dari kekejian dan kemungkaran.
Amar ma`ruf nahi munkar menjadi imbauan berikutnya. Demikian telitinya ungkapan ini. Bukankah untuk melakukan amar ma`ruf seorang dituntut untuk mengerti hal-hal yang ma`ruf (kebaikan)? Juga seorang harus mengetahui perkara-perkara yang munkar (keburukan) agar bisa ber-nahi munkar. Maka maksudnya juga mencakup agar mengajari anak didik tentang segala kebaikan serta menyadarkan tentang segala keburukan.
Sabar adalah kunci penting dari kedua hal di atas. Sabar dalam menjalani ‘beratnya’ ketaatan. Sabar dalam ‘lelahnya’ berdakwah (amar ma’ruf nahi munkar) dimana rentan muncul ejekan dan perlawanan. Dan sabar dalam menghadapi segala ujian atau musibah yang diterima.
Kesemuanya itu merupakan perkara besar yang menuntut perhatian lebih. Tidak ada yang memperoleh taufiq untuk menjalankannya kecuali orang-orang yang bertekad baja.
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. [QS Luqman (31) : 18-19]
Perihal akhlaq menutup rangkaian nasehat Luqman. Sombong -yaitu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain- menjadi bahan sorotan. Janganlah seorang bersikap angkuh dan membanggakan diri. Hendaknya ia berlaku tawadhu’, tenang, serta sopan dalam berbicara.
Menjadi terang bagi kita bahwa anak memiliki hak yang harus dipenuhi oleh ayahnya. Sang ayah wajib memberikan nama yang bagus, ‘memilihkan’ ibu yang baik, mengajarkan Al-Qur’an, dan mendidiknya dengan adab.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.. [QS At-Tahrim (66) : 6]
Belajar dari kisah Luqman, dalam mendidik tentulah harus diawali dengan keteladanan. Tutur kata yang baik, bijak, dan indah disertai kecintaan dibutuhkan untuk dapat menguasai akal dan hati anak sehingga ia dapat dengan mudah menerima nasehat. Juga berikan pengajaran diawali dari hal-hal pokok (ushul) kemudian masuk hal-hal cabang (furu’).
Demikian. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari sekelumit kisah yang diabadikan oleh Al-Qur’an tersebut.
Allohu wa Rosuluhu a`lam.
Al-Qur’an yang demikian compact merupakan karunia Allah yang memudahkan kita untuk menghafalnya. Meski ringkas, namun ia mencakup seluruh permasalahan kehidupan sesuai fungsinya sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia. Imam Syafi’i membutuhkan 4 hingga 5 jilid buku (yaitu karya fenomenal beliau: Al-Umm) untuk membahas perkara fiqh secara komprehensif. Bayangkan, jika Al-Qur’an setebal itu tentu akan merepotkan. Hebatnya lagi, hanya dengan jumlah halaman yang relatif sedikit, isinya sudah meliputi pokok keimanan, ibadah, syariat, muamalah, berita masa datang, dan kisah masa lalu.
Diantara hal yang terkandung dalam Al-Qur’an adalah kisah kehidupan para nabi serta orang-orang shaleh dari umat terdahulu. Dari hanya sekitar 600 halaman redaksi Al-Qur’an, Allah ‘menyempatkan’ untuk membahas kisah. Itu berarti pada kisah tersebut terdapat pelajaran, keteladanan, dan manfaat yang dapat kita petik.
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. [QS Yusuf (12) : 111]
Satu cerita yang diabadikan Al-Qur’an adalah tentang Luqman. Kisah dimana Luqman memberikan nasehat kepada anaknya. Sangat wajar bagi seorang ayah untuk memberi nasehat. Dan ini adalah suatu hal yang tulus karena tiada lain tujuan seorang ayah melainkan agar anaknya mendapat kebaikan. Sebuah gambaran pendidikan anak yang diajarkan oleh Al-Qur’an.
Ada beberapa versi mengenai identitas Luqman. Akan tetapi yang terpenting adalah bahwa beliau merupakan seorang yang taat, shaleh, dan bijaksana. Dialah orang yang telah dikaruniai Allah dengan berbagai keutamaan berupa kecerdasan, kedalaman pemahaman terhadap islam, sifat pendiam dan khusyuk, sarat makna dan hikmah dalam berkata, serta penuh kasih sayang. Inilah potret sosok ayah yang dicontohkan dalam Al-Qur’an.
Pertama-tama Luqman menyeru anaknya untuk tidak menyekutukan Allah. Tidak ada dosa yang lebih besar dan lebih buruk ketimbang dosa syirik.
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. [QS Luqman (31) : 13]
Ayat ini menjadi isyarat bagi para ayah (atau semua pendidik) untuk menanamkan aqidah sejak dini di atas segala pengajaran. Hendaknya penanaman prinsip-prinsip iman dan Islam menjadi prioritas pendidikan anak.
Kemudian Allah memerintahkan untuk memenuhi hak orang tua dengan berbakti dan taat kepada mereka.
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu. [QS Luqman (31) : 14]
Perhatikan, setelah menyeru agar tidak mempersekutukan Allah, berikutnya adalah perintah untuk berbakti kepada orang tua. Ini jelas menunjukkan pentingnya hal tersebut.
Berulang kali di berbagai kesempatan, Al-Qur’an memberikan tuntunan untuk berbuat baik terhadap orang tua. Sebaliknya, jarang ditemui perintah untuk berbuat baik terhadap anak. Artinya, kasih sayang orang tua kepada anak adalah hal sudah pasti dan ada secara alamiah. Tidak perlu sengaja dibuktikan pun sudah terbukti dengan sendirinya. Maka tidak wajar apabila anak (yang dewasa) terus menuntut perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Justru semakin dewasa, seorang harus semakin ganti membuktikan cinta kepada orang tua. Di banyak kasus, sang anak durhaka kepada orang tua. Oleh karena itu Islam sangat mewanti-wanti agar menjadi orang yang berbakti kepada orang tua.
Lihatlah juga betapa adilnya ajaran agama. Peran ibu sangat ditekankan dengan mendeskripsikan jasa-jasanya. Bukan berarti peran ayah tidak penting. Namun biasanya, orang secara spontan akan langsung memahami peran ayah yang memang tampak jelas. Misalnya nasab jelas dihubungkan pada ayah. Perkara siapa yang menafkahi keluarga pun lumrahnya me-refer pada kepala keluarga. Belum lagi jika ditanya siapa yang bertanggung jawab terhadap tindak-tanduk anak, secara gamblang ayahnya akan ditunjuk.
Peran ibu yang kadang dilupakan saat orang dewasa, terus diungkit oleh Islam. Ayat 14 surat Luqman di atas menjadi salah satu contoh. Di sana digambarkan perjuangan sang ibu dalam mengandung dan menyusui. Seumur hidup, tidak akan pernah bisa seorang membalas setimpal jasa ibunya bahkan untuk sehembus nafas pun. Dialah orang yang paling berhak mendapat perlakuan baik dari kita.
Kemudian ayat ini menghimbau untuk bersyukur kepada pengarunia ni`mat yang primer, yaitu Allah, yang telah menganugerahkan segala limpahan-Nya serta rasa kasih sayang di hati makhluq-Nya. Dilanjutkan dengan anjuran berterima kasih kepada ibu dan bapak selaku pemberi ni`mat sekunder untuk kita. Seperti itulah urutan kewajiban. Pertama sekali kepada Allah, lalu setelah itu kepada orang tua.
Ayat ditutup dengan penerangan bahwa hakikat syukur itu adalah sebab segalanya akan kembali kepada Allah. Nanti di akhirat modal syukur saat di dunia akan berperan menyelamatkan kita. Tidak lepas dari itu, syukur akan menjadi penyebab bertambahnya ni`mat di dunia pula.
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [QS Luqman (31) : 15]
Disini berlaku kaidah,
Tidak ada ketaatan pada makhluq dalam bermaksiat kepada Khaliq (Allah).
Bakti tidak boleh mengalahkan aqidah. Meski begitu, hubungan manusiawi dan kekeluargaan harus tetap dipelihara. Teruslah menapaki jalan keimanan, jalan para nabi, shiddiqien, syuhada, dan orang-orang shaleh. Karena segala apa yang dikerjakan akan memperoleh balasan.
(Luqman berkata), “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. [QS Luqman (31) : 16]
Nasihat dilanjutkan dengan penegasan tentang kekuasaan Allah yang mutlak dan adanya hari pembalasan. Perbuatan seseorang baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan, sekecil apapun, pasti akan Allah balas. Dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pandangan Allah. Hal ini akan mengantar kepada perhatian atas segala tindakan kita. Oleh karena semuanya akan dipertanggungjawabkan. Diharapkan kita senantiasa mengejar niat/pikiran/perkataan/perbuatan baik dan menjaga dari yang buruk.
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). [QS Luqman (31) : 17]
Coba amati urutan pendidikan yang digariskan ini. Pertama mengajarkan tauhid dan melarang syirik. Kemudian tentang hari akhirat dimana segala perbuatan akan diberi balasan. Pengajaran yang menyadarkan akan pengawasan Allah dan meletakkan harapan serta takut pada pertanggungjawaban dihadapan-Nya yang diselimuti kepercayaan akan keadilan-Nya. Diantaranya disisipkan redaksi dari Allah berupa perintah berbakti kepada orang tua.
Barulah selanjutnya dipaparkan kewajiban shalat sebagai ibadah fisik yang paling penting. Pendidik (ayah, ibu, atau guru) dituntut untuk mengajarkan shalat (begitu juga ibadah-ibadah ritual lain) kepada anak didiknya. Rasulullah mencontohkan untuk mengajari anak shalat sebelum si anak berumur 7 tahun. Setelah anak berumur 7 tahun mulailah ia diperintahkan untuk mengerjakan shalat. Lalu setelah umur 10 tahun mulai diberlakukan sanksi (hukuman) jika anak meninggalkan shalat.
Yang diajarkan bukan semata ‘melaksanakan’ shalat, tapi ‘mendirikan’ shalat. Artinya melaksanakan dengan sinambung dan memenuhi hak-haknya (benar serta khusyuk) lalu mengaktualisasinya. Sehingga shalat tersebut dapat menjadi penolong dalam urusan serta pencegah dari kekejian dan kemungkaran.
Amar ma`ruf nahi munkar menjadi imbauan berikutnya. Demikian telitinya ungkapan ini. Bukankah untuk melakukan amar ma`ruf seorang dituntut untuk mengerti hal-hal yang ma`ruf (kebaikan)? Juga seorang harus mengetahui perkara-perkara yang munkar (keburukan) agar bisa ber-nahi munkar. Maka maksudnya juga mencakup agar mengajari anak didik tentang segala kebaikan serta menyadarkan tentang segala keburukan.
Sabar adalah kunci penting dari kedua hal di atas. Sabar dalam menjalani ‘beratnya’ ketaatan. Sabar dalam ‘lelahnya’ berdakwah (amar ma’ruf nahi munkar) dimana rentan muncul ejekan dan perlawanan. Dan sabar dalam menghadapi segala ujian atau musibah yang diterima.
Kesemuanya itu merupakan perkara besar yang menuntut perhatian lebih. Tidak ada yang memperoleh taufiq untuk menjalankannya kecuali orang-orang yang bertekad baja.
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. [QS Luqman (31) : 18-19]
Perihal akhlaq menutup rangkaian nasehat Luqman. Sombong -yaitu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain- menjadi bahan sorotan. Janganlah seorang bersikap angkuh dan membanggakan diri. Hendaknya ia berlaku tawadhu’, tenang, serta sopan dalam berbicara.
Menjadi terang bagi kita bahwa anak memiliki hak yang harus dipenuhi oleh ayahnya. Sang ayah wajib memberikan nama yang bagus, ‘memilihkan’ ibu yang baik, mengajarkan Al-Qur’an, dan mendidiknya dengan adab.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.. [QS At-Tahrim (66) : 6]
Belajar dari kisah Luqman, dalam mendidik tentulah harus diawali dengan keteladanan. Tutur kata yang baik, bijak, dan indah disertai kecintaan dibutuhkan untuk dapat menguasai akal dan hati anak sehingga ia dapat dengan mudah menerima nasehat. Juga berikan pengajaran diawali dari hal-hal pokok (ushul) kemudian masuk hal-hal cabang (furu’).
Demikian. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari sekelumit kisah yang diabadikan oleh Al-Qur’an tersebut.
Allohu wa Rosuluhu a`lam.
Kamis, 13 Januari 2011
Kisah Kotak Sabun, Pensil dan Cermin
Sumber : Anonim http://bewegaleri.bravehost.com/kisah_hikmah_03.html
Seringkali kita terkecoh saat menghadapi suatu masalah, dan walaupun masalah tersebut terpecahkan, tetapi pemecahan yang ada bukanlah suatu pemecahan yang efisien dan justru malah terlalu rumit.
Salah satu dari kasus yang ada adalah kasus kotak sabun yang kosong, yang terjadi di salah satu perusahaan kosmetik yang terbesar di Jepang. Perusahaan tersebut menerima keluhan dari pelanggan yang mengatakan bahwa ia telah membeli kotak sabun (terbuat dari bahan kertas) kosong. Dengan segera pimpinan perusahaan menceritakan masalah tersebut ke bagian pengepakan yang bertugas untuk memindahkan semua kotak sabun yang telah dipak ke departemen pengiriman. Karena suatu alasan, ada satu kotak sabun yang terluput dan mencapai bagian pengepakan dalam keadaan kosong. Tim manajemen meminta para teknisi untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan segera, para teknisi bekerja keras untuk membuat sebuah mesin sinar X dengan monitor resolusi tinggi yang dioperasikan oleh dua orang untuk melihat semua kotak sabun yang melewati sinar tersebut dan memastikan bahwa kotak tersebut tidak kosong. Tak diragukan lagi, mereka bekerja keras dan cepat tetapi biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tetapi saat ada seorang karyawan di sebuah perusahaan kecil dihadapkan pada permasalahan yang sama, ia tidak berpikir tentang hal-hal yang rumit, tetapi ia muncul dengan solusi yang berbeda. Ia membeli sebuah kipas angin listrik untuk industri yang memiliki tenaga cukup besar dan mengarahkannya ke garis pengepakan. Ia menyalakan kipas angin tersebut, dan setiap ada kotak sabun yang melewati kipas angin tersebut, kipas tersebut meniup kotak sabun yang kosong keluar dari jalur pengepakan, karena kotak sabun terbuat dari bahan kertas yang ringan.
Pada saat NASA mulai mengirimkan astronot ke luar angkasa, mereka menemukan bahwa pulpen mereka tidak bisa berfungsi di gravitasi nol, karena tinta pulpen tersebut tidak dapat mengalir ke mata pena. Untuk memecahkan masalah tersebut, mereka menghabiskan waktu satu dekade dan 12 juta dolar. Mereka mengembangkan sebuah pulpen yang dapat berfungsi pada keadaan-keadaan seperti gravitasi nol, terbalik, dalam air, dalam berbagai permukaan termasuk kristal dan dalam derajat temperatur mulai dari di bawah titik beku sampai lebih dari 300 derajat Celcius. Dan apakah yang dilakukan para orang Rusia? Mereka menggunakan pensil!
Suatu hari, pemilik apartemen menerima komplain dari pelanggannya. Para pelanggan mulai merasa waktu tunggu mereka di pintu lift terasa lama seiring bertambahnya penghuni di apartemen itu. Dia (pemilik) mengundang sejumlah pakar untuk men-solve. Satu pakar menyarankan agar menammbah jumlah lift. Tentu, dengan bertambahnya lift, waktu tunggu jadi berkurang. Pakar lain meminta pemilik untuk mengganti lift yang lebih cepat, dengan asumsi, semakin cepat orang terlayani. Kedua saran tadi tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Tetapi, satu pakar lain hanya menyarankan satu hal, "Inti dari komplain pelanggan anda adalah mereka merasa lama menunggu". Pakar tadi hanya menyarankan untuk menginvestasikan kaca cermin di depan lift, agar pelanggan teralihkan perhatiannya dari pekerjaan "menunggu" dan merasa "tidak menunggu lift".
Moral cerita ini adalah sebuah filosofi yang disebut KISS (Keep It Simple Stupid), yaitu selalu mencari solusi yang sederhana, sehingga bahkan orang bodoh sekalipun dapat melakukannya. Cobalah menyusun solusi yang paling sederhana dan memungkinkan untuk memecahkan masalah yang ada. Maka dari itu, kita harus belajar untuk fokus pada solusi daripada pada berfokus pada masalah.
Seringkali kita terkecoh saat menghadapi suatu masalah, dan walaupun masalah tersebut terpecahkan, tetapi pemecahan yang ada bukanlah suatu pemecahan yang efisien dan justru malah terlalu rumit.
Salah satu dari kasus yang ada adalah kasus kotak sabun yang kosong, yang terjadi di salah satu perusahaan kosmetik yang terbesar di Jepang. Perusahaan tersebut menerima keluhan dari pelanggan yang mengatakan bahwa ia telah membeli kotak sabun (terbuat dari bahan kertas) kosong. Dengan segera pimpinan perusahaan menceritakan masalah tersebut ke bagian pengepakan yang bertugas untuk memindahkan semua kotak sabun yang telah dipak ke departemen pengiriman. Karena suatu alasan, ada satu kotak sabun yang terluput dan mencapai bagian pengepakan dalam keadaan kosong. Tim manajemen meminta para teknisi untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan segera, para teknisi bekerja keras untuk membuat sebuah mesin sinar X dengan monitor resolusi tinggi yang dioperasikan oleh dua orang untuk melihat semua kotak sabun yang melewati sinar tersebut dan memastikan bahwa kotak tersebut tidak kosong. Tak diragukan lagi, mereka bekerja keras dan cepat tetapi biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit. Tetapi saat ada seorang karyawan di sebuah perusahaan kecil dihadapkan pada permasalahan yang sama, ia tidak berpikir tentang hal-hal yang rumit, tetapi ia muncul dengan solusi yang berbeda. Ia membeli sebuah kipas angin listrik untuk industri yang memiliki tenaga cukup besar dan mengarahkannya ke garis pengepakan. Ia menyalakan kipas angin tersebut, dan setiap ada kotak sabun yang melewati kipas angin tersebut, kipas tersebut meniup kotak sabun yang kosong keluar dari jalur pengepakan, karena kotak sabun terbuat dari bahan kertas yang ringan.
Pada saat NASA mulai mengirimkan astronot ke luar angkasa, mereka menemukan bahwa pulpen mereka tidak bisa berfungsi di gravitasi nol, karena tinta pulpen tersebut tidak dapat mengalir ke mata pena. Untuk memecahkan masalah tersebut, mereka menghabiskan waktu satu dekade dan 12 juta dolar. Mereka mengembangkan sebuah pulpen yang dapat berfungsi pada keadaan-keadaan seperti gravitasi nol, terbalik, dalam air, dalam berbagai permukaan termasuk kristal dan dalam derajat temperatur mulai dari di bawah titik beku sampai lebih dari 300 derajat Celcius. Dan apakah yang dilakukan para orang Rusia? Mereka menggunakan pensil!
Suatu hari, pemilik apartemen menerima komplain dari pelanggannya. Para pelanggan mulai merasa waktu tunggu mereka di pintu lift terasa lama seiring bertambahnya penghuni di apartemen itu. Dia (pemilik) mengundang sejumlah pakar untuk men-solve. Satu pakar menyarankan agar menammbah jumlah lift. Tentu, dengan bertambahnya lift, waktu tunggu jadi berkurang. Pakar lain meminta pemilik untuk mengganti lift yang lebih cepat, dengan asumsi, semakin cepat orang terlayani. Kedua saran tadi tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Tetapi, satu pakar lain hanya menyarankan satu hal, "Inti dari komplain pelanggan anda adalah mereka merasa lama menunggu". Pakar tadi hanya menyarankan untuk menginvestasikan kaca cermin di depan lift, agar pelanggan teralihkan perhatiannya dari pekerjaan "menunggu" dan merasa "tidak menunggu lift".
Moral cerita ini adalah sebuah filosofi yang disebut KISS (Keep It Simple Stupid), yaitu selalu mencari solusi yang sederhana, sehingga bahkan orang bodoh sekalipun dapat melakukannya. Cobalah menyusun solusi yang paling sederhana dan memungkinkan untuk memecahkan masalah yang ada. Maka dari itu, kita harus belajar untuk fokus pada solusi daripada pada berfokus pada masalah.
Selasa, 11 Januari 2011
Fakir-Miskin-Yatim
October 14th, 2010 in Fakir-Miskin-Yatim | No Comments »
Islam mengajarkan nilai-nilai yang menghantarkan manusia kepada bahagia (sya’adah) dunia akhirat. Tidak ada sesuatu yang baik untuk kehidupan manusia, kecuali Islam menyuruhnya. Dan tidak ada sesuatu yang akan menimbulkan keburukan kecuali Islam mencegahnya.
Salah satu cara yang diajarkan Islam untuk meraih kebahagiaan adalah peduli terhadap anak yatim dan miskin. Alloh SWT menyindir sekelompok manusia yang tidak peduli anak yatim dan miskin dengan sebutan mendustakan agama. Nabi Muhammad saw bahkan bersabda, “Saya dan orang yang peduli anak yatim, bagaikan dua jari di surga”.
Ada dua keuntungan yang diraih orang yang peduli anak yatim berdasarkan sabda nabi di atas, yakni kedudukan yang dekat dengan rosul di akhirat kelak dan kabar gembira masuk surga.
Ada banyak cara untuk menyantuni anak Yatim dan miskin, salah satunya dengan memperhatikan lingkungan terdekat. Adakah keluarga dekat, atau orang lain di lingkungan kita yang hidup yatim atau miskin dan memerlukan bantuan. Jika ada, berikanlah sebagian dari harta dan kasih sayang kita kepada mereka. Kepedulian yang kita berikan bukan hanya menguntungkan buat diri mereka, namun juga akan menghantarkan kita ke dalam bahagia yang hakiki(surga).
Sebagai Muslim, tentunya kita pernah meringankan beban anak yatim dan miskin, misalnya dengan memberikan infaq dan shodaqoh dalam waktu sesaat (temporary). Usaha ini cukup baik, namun untuk hasil yang lebih baik alangkah baiknya kepedulian yang kita tebarkan bukan hanya sesaat, namun juga berkelanjutan. Sehingga, orang yang kita kasihani memiliki barometer yang kokoh dalam memahami islam, bisa hidup lebih baik dan mandiri di kemudian hari.
Rosululoh lebih lanjut bersabda, “Bukankah kalian mendapat bantuan rizki Alloh, dengan sebab adanya orang yang lemah diantara kalian”.
Semoga, kita diberi kekuatan untuk memberikan perhatian kepada anak yatim dan orang miskin di sekitar kita. Dan Alloh memberikan pertolongan-Nya dengan sebab perhatian kita…amien.
(Dikutip dari Khutbah Jum’at, 8 Oktober 2010, Mesjid PT. Toyota Astra Motor)
Islam mengajarkan nilai-nilai yang menghantarkan manusia kepada bahagia (sya’adah) dunia akhirat. Tidak ada sesuatu yang baik untuk kehidupan manusia, kecuali Islam menyuruhnya. Dan tidak ada sesuatu yang akan menimbulkan keburukan kecuali Islam mencegahnya.
Salah satu cara yang diajarkan Islam untuk meraih kebahagiaan adalah peduli terhadap anak yatim dan miskin. Alloh SWT menyindir sekelompok manusia yang tidak peduli anak yatim dan miskin dengan sebutan mendustakan agama. Nabi Muhammad saw bahkan bersabda, “Saya dan orang yang peduli anak yatim, bagaikan dua jari di surga”.
Ada dua keuntungan yang diraih orang yang peduli anak yatim berdasarkan sabda nabi di atas, yakni kedudukan yang dekat dengan rosul di akhirat kelak dan kabar gembira masuk surga.
Ada banyak cara untuk menyantuni anak Yatim dan miskin, salah satunya dengan memperhatikan lingkungan terdekat. Adakah keluarga dekat, atau orang lain di lingkungan kita yang hidup yatim atau miskin dan memerlukan bantuan. Jika ada, berikanlah sebagian dari harta dan kasih sayang kita kepada mereka. Kepedulian yang kita berikan bukan hanya menguntungkan buat diri mereka, namun juga akan menghantarkan kita ke dalam bahagia yang hakiki(surga).
Sebagai Muslim, tentunya kita pernah meringankan beban anak yatim dan miskin, misalnya dengan memberikan infaq dan shodaqoh dalam waktu sesaat (temporary). Usaha ini cukup baik, namun untuk hasil yang lebih baik alangkah baiknya kepedulian yang kita tebarkan bukan hanya sesaat, namun juga berkelanjutan. Sehingga, orang yang kita kasihani memiliki barometer yang kokoh dalam memahami islam, bisa hidup lebih baik dan mandiri di kemudian hari.
Rosululoh lebih lanjut bersabda, “Bukankah kalian mendapat bantuan rizki Alloh, dengan sebab adanya orang yang lemah diantara kalian”.
Semoga, kita diberi kekuatan untuk memberikan perhatian kepada anak yatim dan orang miskin di sekitar kita. Dan Alloh memberikan pertolongan-Nya dengan sebab perhatian kita…amien.
(Dikutip dari Khutbah Jum’at, 8 Oktober 2010, Mesjid PT. Toyota Astra Motor)
Wasiat Rosul Tentang Taqwa, Taubat dan Akhlaq Baik
December 22nd, 2010 in Akhlaq Islam, Taqwa, Taubat | No Comments »
Ada satu hadits Nabi yang cukup masyhur dan sering kita dengar, berisikan wasiat beliau kepada umatnya, yakni sebagai berikut:
”Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Iringkanlah perbuatan jahat itu dengan perbuatan baik, mudah-mudahan yang baik itu akan memadam yang jahat. Dan bergaullah kepada manusia dengan akhlaq yang bagus.“
Penjelasan singkat dari hadist ini adalah sebagai berikut:
Wasiat #1. Bertaqwalah Kepada Alloh Di mana Saja Kamu Berada
Istilah taqwa sering kita dengar, bahkan sudah hapal artinya. Yakni, melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagian ulama mengartikan Taqwa sebagai sikap Wara’ (hati-hati), sebagaimana tercermin dalam kisah Abdullah ibnu Mubarak, seorang penjaga kebun anggur.
Suatu ketika, saat buah anggur telah membesar, sang majikan meminta Abdullah Ibnu Mubarak memetikkan anggur masak untuknya. Lantas Abdullah memetik anggur dan memberikannya kepada majikan tersebut. Setelah dicicip, ternyata buah anggur tersebut rasanya asam. Karena asam, sang majikan menyuruh kembali untuk memetik anggur lain. Abdullah pun kembali ke kebun, memetik dan memberikan anggur yang lain. Ternyata, anggur ini pun rasanya asam. Sampai tiga kali majikan menyuruh memetik anggur dan selalu yang diberikan Abdullah rasanya asam.
Sang majikan marah, dan berkata, “Kenapa engkau tidak bisa membedakan mana anggur yang manis dan mana yang asam?”. Abdullah menjawab, “Saya tidak bisa membedakan rasa, karena saya hanya disuruh menjaga dan memelihara kebun anggur, tidak pernah saya disuruh mencicipi apalagi merasakan anggur”. Inilah sikap wara’ atau hati-hati yang tercermin dari sikap Abdullah ibnu Mubarak, dan sebagian ulama mengartikan Taqwa sebagai sebagai sikap wara.
Kisah lain tentang taqwa dapat kita pahami dari dialog Umar bin Khattab ra dengan Ubay bin Ka’ab ra. Umar bin Khattab ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab ra : “ Tahukah kamu apa itu taqwa ? “ Ubay bin Ka’ab ra balik bertanya : “ Pernahkah kamu berjalan di suatu jalan yang penuh duri ? Lalu apa yang akan kamu lakukan ? “ Umar menjawab : “ Saya akan berhati-hati. Saya teliti dengan seksama dan saya lihat tempat berpijak. Saya majukan satu kaki dan saya mundurkan kaki lainnya khawatir terkena duri “. Ubay berkata : “ Itulah taqwa “.
Sikap taqwa yang diwasiatkan rosul dalam hadits di atas, haruslah berlaku kapan saja dan dimana saja kita berada. Taqwa harus tercermin saat berada di mesjid, rumah, tempat bekerja, sekolah, dan lain sebagainya. Jangan hanya bertaqwa di saat sulit, namun lupa saat dikasih kelebihan rizki. Taqwa haruslah dibangun di mana saja, sampai saat beribadah sekalipun. Misalnya saat melaksanakan sholat, puasa, haji, zakat, dll, taqwa berarti memperhatikan syarat dan rukun dari ibadah tersebut.
Wasiat #2. Ikutilah Keburukan Dengan Kebaikan
Wasiat nabi kedua dalam hadits ini adalah ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan. Maksudnya perbanyaklah taubat dan amal sholeh sebagai cara untuk menghapus dosa yang telah diperbuat. Setiap manusia pasti tidak luput dari dosa, dan setiap dosa akan terhapus jika pelakunya melakukan taubat dan amal sholeh.
Ucapan istighfar (taubat) akan menghapuskan dosa-dosa sebelumnya, begitu pula antara sholat satu ke sholat lainnya, antara sholat jum’at ke jum’at lainya, antara puasa Romadhan yang satu ke yang berikutnya, antara umrah dan umrah, akan menghapus dosa di antaranya. Untuk itu, perbanyaklah taubat dan amal sholeh lainnya, karena ia akan menghapus dosa.
Wasiat #3. Bergaullah orang lain dengan akhlaq yang baik
Jika wasiat #1 dan #2, terkait hubungan antara manusia dengan Alloh, maka wasiat yang ke #3 terkait hubungan antara manusia dengan manusia (misalnya istri, suami, anak, orang tua, tetangga, saudara, teman, dll). Belumlah dikatakan sempurna iman seseorang, kalaulah akhlaq (tutur kata dan sikap)-nya belum baik. Sesorang yang berakhlaq baik akan dicintai dan disenangi orang lain. Sebagaimana tersirat dalam do’a nabi Ibrahim as;
“Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang memusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.”
Demikianlah uraian singkat dari salah satu hadits nabi yang berisikan wasiat beliau tentang taqwa, taubat dan akhlaq baik.
“Sumber: Pengajian Sabtu Shubuh, 18 Desember 2010, Mesjid Darussalam Kota Wisata, Cibubur”
Ada satu hadits Nabi yang cukup masyhur dan sering kita dengar, berisikan wasiat beliau kepada umatnya, yakni sebagai berikut:
”Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Iringkanlah perbuatan jahat itu dengan perbuatan baik, mudah-mudahan yang baik itu akan memadam yang jahat. Dan bergaullah kepada manusia dengan akhlaq yang bagus.“
Penjelasan singkat dari hadist ini adalah sebagai berikut:
Wasiat #1. Bertaqwalah Kepada Alloh Di mana Saja Kamu Berada
Istilah taqwa sering kita dengar, bahkan sudah hapal artinya. Yakni, melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagian ulama mengartikan Taqwa sebagai sikap Wara’ (hati-hati), sebagaimana tercermin dalam kisah Abdullah ibnu Mubarak, seorang penjaga kebun anggur.
Suatu ketika, saat buah anggur telah membesar, sang majikan meminta Abdullah Ibnu Mubarak memetikkan anggur masak untuknya. Lantas Abdullah memetik anggur dan memberikannya kepada majikan tersebut. Setelah dicicip, ternyata buah anggur tersebut rasanya asam. Karena asam, sang majikan menyuruh kembali untuk memetik anggur lain. Abdullah pun kembali ke kebun, memetik dan memberikan anggur yang lain. Ternyata, anggur ini pun rasanya asam. Sampai tiga kali majikan menyuruh memetik anggur dan selalu yang diberikan Abdullah rasanya asam.
Sang majikan marah, dan berkata, “Kenapa engkau tidak bisa membedakan mana anggur yang manis dan mana yang asam?”. Abdullah menjawab, “Saya tidak bisa membedakan rasa, karena saya hanya disuruh menjaga dan memelihara kebun anggur, tidak pernah saya disuruh mencicipi apalagi merasakan anggur”. Inilah sikap wara’ atau hati-hati yang tercermin dari sikap Abdullah ibnu Mubarak, dan sebagian ulama mengartikan Taqwa sebagai sebagai sikap wara.
Kisah lain tentang taqwa dapat kita pahami dari dialog Umar bin Khattab ra dengan Ubay bin Ka’ab ra. Umar bin Khattab ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab ra : “ Tahukah kamu apa itu taqwa ? “ Ubay bin Ka’ab ra balik bertanya : “ Pernahkah kamu berjalan di suatu jalan yang penuh duri ? Lalu apa yang akan kamu lakukan ? “ Umar menjawab : “ Saya akan berhati-hati. Saya teliti dengan seksama dan saya lihat tempat berpijak. Saya majukan satu kaki dan saya mundurkan kaki lainnya khawatir terkena duri “. Ubay berkata : “ Itulah taqwa “.
Sikap taqwa yang diwasiatkan rosul dalam hadits di atas, haruslah berlaku kapan saja dan dimana saja kita berada. Taqwa harus tercermin saat berada di mesjid, rumah, tempat bekerja, sekolah, dan lain sebagainya. Jangan hanya bertaqwa di saat sulit, namun lupa saat dikasih kelebihan rizki. Taqwa haruslah dibangun di mana saja, sampai saat beribadah sekalipun. Misalnya saat melaksanakan sholat, puasa, haji, zakat, dll, taqwa berarti memperhatikan syarat dan rukun dari ibadah tersebut.
Wasiat #2. Ikutilah Keburukan Dengan Kebaikan
Wasiat nabi kedua dalam hadits ini adalah ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan. Maksudnya perbanyaklah taubat dan amal sholeh sebagai cara untuk menghapus dosa yang telah diperbuat. Setiap manusia pasti tidak luput dari dosa, dan setiap dosa akan terhapus jika pelakunya melakukan taubat dan amal sholeh.
Ucapan istighfar (taubat) akan menghapuskan dosa-dosa sebelumnya, begitu pula antara sholat satu ke sholat lainnya, antara sholat jum’at ke jum’at lainya, antara puasa Romadhan yang satu ke yang berikutnya, antara umrah dan umrah, akan menghapus dosa di antaranya. Untuk itu, perbanyaklah taubat dan amal sholeh lainnya, karena ia akan menghapus dosa.
Wasiat #3. Bergaullah orang lain dengan akhlaq yang baik
Jika wasiat #1 dan #2, terkait hubungan antara manusia dengan Alloh, maka wasiat yang ke #3 terkait hubungan antara manusia dengan manusia (misalnya istri, suami, anak, orang tua, tetangga, saudara, teman, dll). Belumlah dikatakan sempurna iman seseorang, kalaulah akhlaq (tutur kata dan sikap)-nya belum baik. Sesorang yang berakhlaq baik akan dicintai dan disenangi orang lain. Sebagaimana tersirat dalam do’a nabi Ibrahim as;
“Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang memusakai surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah bapakku, karena sesungguhnya ia adalah termasuk golongan orang-orang yang sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan.”
Demikianlah uraian singkat dari salah satu hadits nabi yang berisikan wasiat beliau tentang taqwa, taubat dan akhlaq baik.
“Sumber: Pengajian Sabtu Shubuh, 18 Desember 2010, Mesjid Darussalam Kota Wisata, Cibubur”
Rabu, 05 Januari 2011
Dengan Herbal Batu Ginjal Juga Insyaallah Bisa Sembuh
KAMIS, 13 AGUSTUS 2009
Dengan Herbal Batu Ginjal Juga Bisa Sembuh
Batu ginjal disebut (Nephrolithiasis atau renal calculi) adalah terdapatnya satu atau lebih batu di dalam pelvis atau calyces dari ginjal atau di dalam saluran ureter. Batu ginjal biasanya terbentuk pada dua bagian terbanyak pada ginjal, yaitu di pasu ginjal (renal pelvis) dan calix renalis. Batu ginjal dapat terbentuk dari kalsium, fosfat, atau kombinasi asam urat yang biasanya larut di dalam urine.
Sejauh ini penyebab batu ginjal masih belum diketahui secara pasti, namun beberapa kemungkinan adalah meningkatnya kepekatan zat-zat yang ada di dalam urin sehingga membentuk kristal batu. Penyebab lain adalah infeksi, adanya obstruksi, kelebihan sekresi hormon paratiroid, asidosis pada tubulus ginjal, peningkatan kadar asam urat yang muncul bersamaan dengan radang persendian, kerusakan metabolisme di dalam tubuh, terlalu banyak mempergunakan vitamin D atau terlalu banyak memakan kalsium.
Batu ginjal biasanya lebih banyak dijumpai pada pria berumur 30-50 tahun dan cenderung diderita penduduk dari ras Afrika dan Asia termasuk Indonesia. Orang yang mempunyai riwayat menderita batu ginjal dalamkeluarganya mempunyai peluang mengidap batu ginjal lebih besar. Selain itu pekerja yang terus melakukan gerakan seperti buruh dan petani lebih besar berisiko mengidap batu ginjal/kandung kemih dibandingkan pekerja yang lebih banyak duduk.
Dari sisi konsumsi, makanan yang kurang zat putih telur biasanya menyebabkan batu saluran kemih, juga makanan dengan kadar oksalat, natrium, dan kalsium yang tinggi dan protein hewan dengan purin tinggi memicu terbentuknya batu ginjal/kandung kemih.
Gejala
Beberapa gejala umum yang sering dirasakan oleh penderita batu ginjal/kandung kemih antara lain :
- Buang air kecil tidak lancar dan terasa sakit
- Terasa sakit di perut bagian kanan kiri pinggang
- Kadang bersamaan air kecil ditemukan darah
- Kadang mual, muntah, perut kembung.
- Kadang mengalami panas atau kedinginan
Pengobatan
Untuk melakukan pengobatan pada penderita batu ginjal/kandung kemih, beberapa prinsip pengobatan harus diperhatikan :
- Gunakan obat yang berfungsi untuk menghancurkan/melarutkan batu
- Gunakan obat yang berfungsi untuk melancarkan buang air kecil agar batu cepat keluar
- Gunakan obat yang berfungsi mengurangi peradangan
- Gunakan obat yang berfungsi mengurangi kejang
Beberapa obat herbal yang dianjurkan untuk meringankan atau mengobati batu ginjal/kandung kemih adalah NIGELLA Plus, TEMPUYUNG, KUMIS KUCING. Dengan mengkonsumsi ramuan herbal tersebut, beberapa prinsip pengobatan di atas dapat terpenuhi. Penggunaan obat herbal ini dianjurkan karena bekerja lebih efektif menghancurkan atau melarutkan batu ginjal, melancarkan buang air kecil dan tidak menimbulkan efek samping apapun.
Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pencegahan antara lain :
- Hindari dehidrasi dengan banyak minum air putih
- Lakukan diet ( diet rendah protein, diet rendah purin, diet rendah garam, diet rendah oksalat)
Oleh : Harmonis Santara
Langganan:
Postingan (Atom)