Menanggapi
masukan dari pembaca muslim.or.id di Jakarta, menyatakan perlunya menampilkan
bahasan tentang zakat profesi mengingat begitu maraknya pembicaraan tentang
zakat ini dengan tidak disertai pemahaman dan ilmu yang mendasarinya. Berikut
ini kami nukilkan fatwa-fatwa ulama berkaitan dengan zakat profesi diambil dari
Majalah As-Sunnah edisi 006 tahun VIII 1424 H dikarenakan mendesaknya
pembahasan tentang hal tersebut.
Zakat Gaji
Soal:
Berkaitan dengan pertanyaan tentang zakat gaji pegawai. Apakah zakat itu wajib ketika gaji diterima atau ketika sudah berlangsung haul (satu tahun)?
Berkaitan dengan pertanyaan tentang zakat gaji pegawai. Apakah zakat itu wajib ketika gaji diterima atau ketika sudah berlangsung haul (satu tahun)?
Jawab:
Bukanlah hal yang meragukan, bahwa di antara jenis harta yang wajib dizakati ialah dua mata uang (emas dan perak). Dan di antara syarat wajibnya zakat pada jenis-jenis harta semacam itu, ialah bila sudah sempurna mencapai haul. Atas dasar ini, uang yang diperoleh dari gaji pegawai yang mencapai nishab, baik dari jumlah gaji itu sendiri ataupun dari hasil gabungan uangnya yang lain, sementara sudah memenuhi haul, maka wajib untuk dizakatkan.
Bukanlah hal yang meragukan, bahwa di antara jenis harta yang wajib dizakati ialah dua mata uang (emas dan perak). Dan di antara syarat wajibnya zakat pada jenis-jenis harta semacam itu, ialah bila sudah sempurna mencapai haul. Atas dasar ini, uang yang diperoleh dari gaji pegawai yang mencapai nishab, baik dari jumlah gaji itu sendiri ataupun dari hasil gabungan uangnya yang lain, sementara sudah memenuhi haul, maka wajib untuk dizakatkan.
Zakat gaji
ini tidak bisa diqiyaskan dengan zakat hasil bumi. Sebagai persyaratan haul
(satu tahun) tentang wajibnya zakat bagi dua mata uang (emas dan perak)
merupakan persyaratan yang jelas berdasarkan nash. Apabila sudah ada nash, maka
tidak ada lagi qiyas.
Berdasarkan
itu maka tidaklah wajib zakat bagi uang dari gaji pegawai sebelum memenuhi
haul.
Lajnah
Da’imah lil al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta’
Ketua:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah
Wakil ketua
Lajnah:
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah
Anggota:
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Mani’
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Mani’
Soal:
Saya seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta dalam negeri. Gaji saya setiap bulan sebesar empat ribu riyal saudi. Termasuk uang sewa rumah sebesar seribu riyal Saudi. Apakah saya wajb mengeluarkan zakat harta? Jika wajib, berapakah jumlahnya? Perlu diketahui, bahwa tidak ada pemasukan sampingan bagi saya, kecuali gaji tersebut.
Saya seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta dalam negeri. Gaji saya setiap bulan sebesar empat ribu riyal saudi. Termasuk uang sewa rumah sebesar seribu riyal Saudi. Apakah saya wajb mengeluarkan zakat harta? Jika wajib, berapakah jumlahnya? Perlu diketahui, bahwa tidak ada pemasukan sampingan bagi saya, kecuali gaji tersebut.
Jawab:
Apabila anda telah memiliki kecukupan atau kelebihan dari gaji bulanan Anda tersebut, maka wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai nishab. Yaitu sekitar empat ratus riyal Saudi. Hal itu jika jumlah nishab tersebut telah berlalu satu haul (satu tahun). Apabila anda menyisihkan sejumlah uang dari gaji bulanan untuk ditabung, maka yang terbaik dan paling selamat adalah Anda mengeluarkan zakat dari uang yang Anda tabung itu pada bulan tertentu setiap tahunnya. Jumlahnya adalah dua setengah persen dari harta yang dimiliki. Semoga Allah memberi taufik kepada kita. (Fatwa Syaikh Bin Jibrin).
Apabila anda telah memiliki kecukupan atau kelebihan dari gaji bulanan Anda tersebut, maka wajib dikeluarkan zakatnya apabila telah mencapai nishab. Yaitu sekitar empat ratus riyal Saudi. Hal itu jika jumlah nishab tersebut telah berlalu satu haul (satu tahun). Apabila anda menyisihkan sejumlah uang dari gaji bulanan untuk ditabung, maka yang terbaik dan paling selamat adalah Anda mengeluarkan zakat dari uang yang Anda tabung itu pada bulan tertentu setiap tahunnya. Jumlahnya adalah dua setengah persen dari harta yang dimiliki. Semoga Allah memberi taufik kepada kita. (Fatwa Syaikh Bin Jibrin).
Zakat dari
Gaji yang Sering Terpakai
Soal:
Apabila seorang muslim menjadi pegawai atau pekerja yang mendapat gaji bulanan tertentu, tetapi ia tidak mempunyai sumber penghasilan lain. Kemudian dalam keperluan nafkahnya untuk beberapa bulan, kadang menghabiskan gaji bulanannya. Sedangkan pada beberapa bulan lainnya kadangmasih tersisa sedikit yang disimpan untuk keperluan mendadak (tak terduga). Bagaimanakah cara orang ini membayarkan zakatnya?
Apabila seorang muslim menjadi pegawai atau pekerja yang mendapat gaji bulanan tertentu, tetapi ia tidak mempunyai sumber penghasilan lain. Kemudian dalam keperluan nafkahnya untuk beberapa bulan, kadang menghabiskan gaji bulanannya. Sedangkan pada beberapa bulan lainnya kadangmasih tersisa sedikit yang disimpan untuk keperluan mendadak (tak terduga). Bagaimanakah cara orang ini membayarkan zakatnya?
Jawab:
Seorang muslim yang dapat terkumpul padanya sejumlah uang dari gaji bulanannya ataupun dari sumber lain, bisa berzakat selama sudah memenuhi haul, bila uang yang terkumpul padanya mencapai nishab. Baik (jumlah nishab tersebut berasal) dari gaji itu sendiri ataupun ketika digabungkan dengan uang lain, atau dengan barang dagangan miliknya yang wajib dizakati.
Seorang muslim yang dapat terkumpul padanya sejumlah uang dari gaji bulanannya ataupun dari sumber lain, bisa berzakat selama sudah memenuhi haul, bila uang yang terkumpul padanya mencapai nishab. Baik (jumlah nishab tersebut berasal) dari gaji itu sendiri ataupun ketika digabungkan dengan uang lain, atau dengan barang dagangan miliknya yang wajib dizakati.
Tetapi,
apabila ia mengeluarkan zakatnya sebelum uang yang terkumpul padanya memenuhi
haul, dengan niat membayarkan zakatnya di muka, maka hal itu merupakan hal yang
baik saja Insya Allah.
Lajnah Da’imah
lil al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta’
Ketua:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah
Wakil ketua
Lajnah:
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah
Anggota:
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Qu’ud
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Qu’ud
Zakat Harta
dari Sumber yang Berbeda-Beda
Soal:
Bagaimana seorang muslim menzakati harta yang diperolehnya dari gaji, upah, hasil keuntungan dan harta pemberian? Apakah harta-harta itu digabungkan dengan harta-harta lain miliknya? Lalu ia mengeluarkan zakatnya pada saat masing-masing harta tersebut mencapai haul? Ataukah ia mengeluarkan zakatnya pada saat ia memperoleh harta itu jika telah mencapai nishab harta itu sendiri, atau jika digabung dengan harta lain miliknya, tanpa menggunakan syarat haul?
Bagaimana seorang muslim menzakati harta yang diperolehnya dari gaji, upah, hasil keuntungan dan harta pemberian? Apakah harta-harta itu digabungkan dengan harta-harta lain miliknya? Lalu ia mengeluarkan zakatnya pada saat masing-masing harta tersebut mencapai haul? Ataukah ia mengeluarkan zakatnya pada saat ia memperoleh harta itu jika telah mencapai nishab harta itu sendiri, atau jika digabung dengan harta lain miliknya, tanpa menggunakan syarat haul?
Jawab:
Dalam hal ini, di kalangan ulama terjadi dua pendapat. Menurut kami, yang rajih (kuat) ialah setiap kali ia memperoleh tambahan harta, maka tambahan harta itu digabungkan pada nishab yang sudah ada padanya (Maksudnya tidak setiap harta tambahan dihitung berdasarkan haulnya masing-masing, pent).
Dalam hal ini, di kalangan ulama terjadi dua pendapat. Menurut kami, yang rajih (kuat) ialah setiap kali ia memperoleh tambahan harta, maka tambahan harta itu digabungkan pada nishab yang sudah ada padanya (Maksudnya tidak setiap harta tambahan dihitung berdasarkan haulnya masing-masing, pent).
Apabila
sudah memenuhi haul (satu tahun) dalam nishab tersebut, ia harus mengeluarkan
zakat dari nishab yang ada beserta tambahan harta hasil gabungannya.
Tidak
disyaratkan masing-masing harta tambahan yang digabungkan dengan harta pokok
itu harus memenuhi haulnya sendiri-sendiri. Pendapat yang tidak seperti ini,
mengandung kesulitan yang amat besar. Padahal di antara kaidah yang ada dalam
Islam adalah:
“……Dia
(Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan……” (Qs. al Hajj: 78)
Sebab,
seseorang – terutama jika seseorang itu memiliki banyak harta atau pedagang –
akan harus mencatat tambahan nishab setiap harinya, misalnya: hari ini datang
kepadanya jumlah uang sekian. Dan itu dilakukan sambil menunggu hingga berputar
satu tahun. Demikian seterusnya…, tentu hal itu akan sangat menyulitkan. (Fatwa
Syaikh al Bani dari majalah as Shalah no. 5/15 Dzulhijjah 1413 dalam rubrik
soal-jawab)
Soal:
1) Seorang
pegawai, gaji bulanannya diberikan secara tidak tetap. Kadang pada bulan
tertentu diberikan kurang dari semestinya, pada bulan lain lebih banyak.
Sementara, gaji yang diterima pertama kali sudah mencapai haul (satu tahun).
Sedangkan sebagian gaji yang lain belum memenuhi haul (satu tahun). Dan ia
tidak mengetahui jumlah gaji (pasti) yang diterimanya setiap bulan. Bagaimana
cara ia menzakatkannya?
2) Seorang
pegawai lain menerima gaji bulanannya setiap bulan. Pada setiap kali menerima
gaji, ia simpan di lemarinya. Dia memenuhi kebutuhan belanja dan tuntutan rumah
tangganya dari uang yang ada di lemari simpanannya ini setiap hari, atau pada
waktu-waktu yang berdekatan, akan tetapi dengan jumlah yang tidak tetap, sesuai
dengan kebutuhan. Bagaimana cara mengukur haul dari apa yang ada di lemari? Dan
bagaimana pula cara mengeluarkan zakat dalam kasus ini? Padahal sebagaimana
telah diterangkan di muka, proses pemenuhan gaji (yang kemudian disimpan
sebagai persediaan harian), tidak semuanya sudah berjalan satu tahun?
Jawab:
Karena pertanyaan pertama dan kedua mempunyai satu pengertian dan juga ada kasus-kasus senada, maka Lajnah Da’imah (lembaga fatwa ulama di Saudi Arabia), memandang perlu memberikan jawaban secara menyeluruh, supaya faidahnya dapat merata.
Karena pertanyaan pertama dan kedua mempunyai satu pengertian dan juga ada kasus-kasus senada, maka Lajnah Da’imah (lembaga fatwa ulama di Saudi Arabia), memandang perlu memberikan jawaban secara menyeluruh, supaya faidahnya dapat merata.
Barangsiapa yang
memiliki uang mencapai nishab (ukuran jumlah tertentu yang karenanya dikenai
kewajiban zakat), kemudian memiliki tambahannya berupa uang lain
pada waktu yang berbeda-beda, dan uang tambahannya itu tidak berasal dari
sumber uang pertama dan tidak pula berkembang dari uang pertama, tetapi
merupakan uang dari penghasilan terpisah (seperti uang yang diterima oleh
seorang pegawai dari gaji bulanannya, ditambah uang hasil warisan, hi ah atau
hasil bayaran dari pekarangan umpamanya).
Apabila ia
ingin teliti menghitung haknya dan ingin teliti untuk tidak membayarkan zakat
kepada yang berhak kecuali menurut ukuran harta yang wajib dizakatkan, maka ia
harus membuat daftar perhitungan khusus bagi tiap-tiap jumlah perolehan dari
masing-masing bidang dengan menghitung masa haul(satu tahun), semenjak hari
pertama memilikinya. Selanjutnya, ia keluarkan zakat dari setiap jumlah
masing-masing, pada setiap kali mencapai haul (satu tahun) semenjak tanggal
kepemilikian harta tersebut.
Namun,
apabila ia ingin enak dan menempuh cara longgar serta lapang diri untuk lebih
mengutamakan pihak fuqara dan golongan penerima zakat lainnya, ia keluarkan
saja zakat dari seluruh gabungan uang yang dimilikinya, ketika sudah mencapai
haul (satu tahun) dihitung sejak nishab pertama yang dicapai dari uang
miliknya. Ini lebih besar pahalanya, lebih mengangkat kedudukannya, lebih
memberikan rasa santainya dan lebih menjaga hak-hak fakir miskin serta seluruh
golongan penerima zakat.
Sedangkan jika
uang yang ia keluarkan berlebih dari jumlah (nishab), uang yang sudah sempurna
haulnya, dihitung sebagai uang zakat yang dibayarkan di muka bagi uang yang
belum mencapai haul.
Lajnah
Da’imah li al Buhuts al Ilmiyah wa al Ifta’
Wakil ketua
Lajnah:
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah
Syaikh Abdur razaq Afifi rahimahullah
Anggota:
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Mani’
Syaikh Abdullah bin Ghudayyan
Syaikh Abdullah bin Mani’
Zakat dari
Harta yang disiapkan untuk Pernikahan (Suatu Keperluan)
Soal:
Saya adalah seorang pegawai di salah satu kantor pemerintahan (pegawai negeri). Setiap bulan saya menerima gaji sebesar empat ribu riyal. Dalam waktu kurang lebih satu tahun, saya telah mengumpulkan uang sebanyak tujuh belas ribu riyal. Saya simpan uang tersebut di sebuah bank syari’at. Pada bulan Syawal, uang itu akan saya gunakan untuk biaya pernikahan- Insya Allah. Bahkan, saya terpaksa meminjam uang berkali-kali lebih banyak dari jumlah tabungan saya itu untuk keperluan acara pernikahan. Pertanyaan saya, apakah uang tabungan saya sebesar tujuh belas ribu riyal itu harus dibayarkan zakatnya? Sebagaimana dimaklumi, uang tersebut telah berlalu satu haul. Jika wajib dikeluarkan, berapakah jumlahnya?
Saya adalah seorang pegawai di salah satu kantor pemerintahan (pegawai negeri). Setiap bulan saya menerima gaji sebesar empat ribu riyal. Dalam waktu kurang lebih satu tahun, saya telah mengumpulkan uang sebanyak tujuh belas ribu riyal. Saya simpan uang tersebut di sebuah bank syari’at. Pada bulan Syawal, uang itu akan saya gunakan untuk biaya pernikahan- Insya Allah. Bahkan, saya terpaksa meminjam uang berkali-kali lebih banyak dari jumlah tabungan saya itu untuk keperluan acara pernikahan. Pertanyaan saya, apakah uang tabungan saya sebesar tujuh belas ribu riyal itu harus dibayarkan zakatnya? Sebagaimana dimaklumi, uang tersebut telah berlalu satu haul. Jika wajib dikeluarkan, berapakah jumlahnya?
Jawab:
Anda wajib mengeluarkan zakat dari uang tabungan anda itu. Sebab telah berlalu satu haul atasnya. Sekalipun anda menyiapkan uang itu untuk biaya nikah, untuk membayar hutang ataupun untuk renovasi rumah dan keperluan lainnya. Berdasarkan dalil-dalil umum yang berkenaan zakat emas dan perak serta yang sejenis dengan keduanya. Jumlah yang wajib dikeluarkan ialah dua setengah persen. Yaitu dua puluh lima riyal untuk setiap seribu riyal. (Syaikh bin Baz)
Anda wajib mengeluarkan zakat dari uang tabungan anda itu. Sebab telah berlalu satu haul atasnya. Sekalipun anda menyiapkan uang itu untuk biaya nikah, untuk membayar hutang ataupun untuk renovasi rumah dan keperluan lainnya. Berdasarkan dalil-dalil umum yang berkenaan zakat emas dan perak serta yang sejenis dengan keduanya. Jumlah yang wajib dikeluarkan ialah dua setengah persen. Yaitu dua puluh lima riyal untuk setiap seribu riyal. (Syaikh bin Baz)
Soal:
Apakah uang tabungan dari gaji bulanan wajib dikeluarkan zakatnya? Sementara sudah sempurna satu haul atasnya. Perlu juga diketahui, bahwa uang tersebut tidak dibungakan dan akan digunakan untuk nafkah keluarga. Apakah wajib dikeluarkan zakatnya?
Apakah uang tabungan dari gaji bulanan wajib dikeluarkan zakatnya? Sementara sudah sempurna satu haul atasnya. Perlu juga diketahui, bahwa uang tersebut tidak dibungakan dan akan digunakan untuk nafkah keluarga. Apakah wajib dikeluarkan zakatnya?
Jawab:
Benar, wajib dikeluarkan zakatnya jika telah sempurna satu haul. Sebab setiap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, tidak disyaratkan harus diniatkan untuk perniagaan. Oleh sebab itu pula, buah-buahan dan biji-bijian wajib dikeluarkan zakatnya, meskipun tidak dipersiapkan untuk diperdagangnkan. Hingga sekiranya seseorang memiliki beberapa pohon kurma di rumahnya untuk dikonsumsi sendiri dan hasil buahnya telah mencapai nishab, tetap wajib dikeluarkan zakatnya. Demikian pula halnya, hasil pertanian dan lainnya yang wajib dibayarkan zakatnya. Begitu pula binatang ternak yang digembalakn di tempat-tempat penggembalaan, wajib dibayarkan zakatnya meskipun si pemilik tidak mempersiapkannya untuk diperjualbelikan.
Benar, wajib dikeluarkan zakatnya jika telah sempurna satu haul. Sebab setiap harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, tidak disyaratkan harus diniatkan untuk perniagaan. Oleh sebab itu pula, buah-buahan dan biji-bijian wajib dikeluarkan zakatnya, meskipun tidak dipersiapkan untuk diperdagangnkan. Hingga sekiranya seseorang memiliki beberapa pohon kurma di rumahnya untuk dikonsumsi sendiri dan hasil buahnya telah mencapai nishab, tetap wajib dikeluarkan zakatnya. Demikian pula halnya, hasil pertanian dan lainnya yang wajib dibayarkan zakatnya. Begitu pula binatang ternak yang digembalakn di tempat-tempat penggembalaan, wajib dibayarkan zakatnya meskipun si pemilik tidak mempersiapkannya untuk diperjualbelikan.
Hasil
tabungan dari gaji bulanan yang dipersiapkan untuuk nafkah juga wajib
dikeluarkan zakatnya, bila telah mencukupi satu haul dan mencapai nishab.
Namun dalam
hal ini, ada permasalahan rumit bagi kebanyakan orang. Uang yang mereka terima
dari gaji bulanan atau dari penyewaan rumah atau toko yang harganya naik setiap
bulan atau sejenisnya, disimpan dalam tabungan atau di bank. Kadang kala ia
memasukkan uang dan kadangkala mengambilnya, sehingga sulit baginya menentukan
manakah yang telah berlalu satu haul dari uang tabungannya itu.
Dalam
kondisi demikian – menurut pendapat kami – bila sepanjang satu tahun tersebut
uang tabungannya tidak kurang dari jumlah nishab, maka yang terbaik baginya
ialah menghitung haul mulai dari awal jumlah uang tabungannya mencapai nishab.
Kemudian mengeluarkan zakatnya bila telah genap satu haul.
Dengan
demikian, ia telah mengeluarkan zakat uang tabungannya, baik yang sudah genap
satu haul maupun yang belum. Dalam kondisi ini, uang tabungan yang belum genap
satu haul, terhitung telah didahulukan zakatnya. Mendahulukan pembayaran zakat
tentunya dibolehkan. Cara seperti ini tentu lebih mudah daripada setiap bulan
menghitung haul uang tabungan. (Syaikh Ibn Utsaimin)
***
Dipublikasikan
ulang oleh www.muslim.or.id
Dari artikel Fatwa Seputar Zakat Profesi — Muslim.Or.Id by null
Tidak ada komentar:
Posting Komentar